Halaman

Sabtu, 09 Februari 2013

Second story



ANTARA AYAH DAN PAPA
           
            Kehidupan itu punya banyak rasa, kayak permen nano-nano. Manis, asem, asin ramee rasanya. Kita musti ikhlas dan tabah dalam menjalaninya agar bisa nemuin yang namanya makna kehidupan. Kehidupan seseorang punya ceritanya masing-masing.
            “Tiaa. Kesini sebentar” teriak kak Silvi memanggilku yang sedang bermalas-malasan di tempat tidur.
            “iya kak.” Aku berusaha bangun dari posisi wenak yang menyuguhkan berbagai kenyamanan di minggu siang yang panas ini.
            “oh iyaa, ntar sora kita kemakam almarhum papa mama kamu ya.” Ucap kak Silvi yang sedang menonton tv.
            “kita berdua saja ?”
            “tentu tidak, ayah dan ibu juga akan pergi. Aku hanya ingin menyampaikannya saja kok”
            “ohh, tentu”
 aku akan berziarah ke makam orang tuaku, mereka meninggal karena sebuah kejadian tragis tepat saat hari ulang tahunku yang ke-6 tahun. Semenjak itulah aku di asuh oleh keluarga Pak Subroto yang sudah ku anggap keluarga sendiri.
            “udah siaap kan anak-anak” sorak ibu dari luar rumah.
            “iyaaa buuu.” Kata kami serempak. Kami berlari keluar rumah menuju mobil, di mobil ayah sudah siap untuk menyetir.
            “yuk berangkat” ajak kak Silvi
            “okeee” kata ayah seraya memutar kunci mobil dan menginjak pedal gas.
            Di perjalanan aku ingin sekali bertanya tentang kematian papa dan mama kepada Pak Subroto, karena dialah yang paling tau apa yang terjadi pada pagi itu.
“yaah.” Gumamku pelan
“iya nak, ada apa ?” jawab Pak Subroto sambil melihatku dari kaca spion
“hmmm, aku kan sudah bisa di bilang lumayan besar untuk mengetahui apa yang terjadi pada orangtuaku.” Aku berbicara dengan gugup, takutnya nanti Pak Subroto enggan untuk menceritakannya.
“ohh, tentu. Kau wajib tau anakku.” Jawabnya sambil tersenyum
“iyaa, aku sangat ingin tau” jawabku lega, karena ternyata dia ingin menceritakannya
“pada pagi itu, di saat kamu sedang tertidur lelap. Ada 2 orang yang tak di kenal berkunjung kerumahmu. Mereka itu adalah orang suruhan rentenir dan ditugaskan untuk menagih hutang piutang orang tuamu, tapi karena mereka tidak mempunyai uang. Jadi, orangtuamu meminta angsuran untuk beberapa minggu kedepan. Sayangnya, 2 orang itu mendesak untuk dibayar pada saat itu juga” di tengah-tengah ceritanya dia berhenti sejenak untuk mengambil napas.
“lalu orangtua Tia di bunuh ?” Tanya kak Silvi
“belum, 2 orang itu menyuruh orangtuamu meninggalkan rumah. Tentu saja orangtuamu tidak akan mau. Karena orangtuamu tidak mau, maka 2 orang itu membunuh orangtuamu dengan senjata tajam.” Cerita Pak Subroto berakhir tepat disaat kami sampai di pemakaman.

SKIP




“nak ini ada bingkisan.” Pak Subroto menyodorkan sebuah kotak berwarna biru langit kepadaku.
“ini apa yah ?” tanyaku sambil menatap matanya dengan penuh Tanya.
“ini bingkisan untuk kamu, tadi di kantor ada bazaar. Kebetulan ada yang bagus”
“hmm, makasih ya yah. Kak Silvi gimana ?”
“kak Silvi juga sudah diberi kok. Mudah-mudahan suka ya nak” Pak Subroto mengelus kepalaku dan pergi ke kamarnya.
“ini apa yaaa?” gumamku. Aku langsung membuka kotak berwarna cerah itu. Ternyata isinya adalah robot kecil yang berbentuk hampir menyerupai manusia.
“yaa ampun, ini bagus sekali.” Aku memperhatikan bagian demi bagian dari robot ini, strukturnya yang bagus tanpa ada cacat sedikitpun. Ketika sedang asik mengagumi bagian dari robot, mataku tertuju kepada tombol merah yang ada di bawah kaki robot itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung memencetnya.
Tiba-tiba. . .
“hallo. Salam, aku robot yang dirancang kusus oleh ilmuan Jerman. Aku hanya ada 20 buah disetiap penjuru dunia. Saya dapat membantu kegiatan anda yang saya mampu, dan anggaplah saya sebagai teman anda.” Robot itu memperkenalkan diri sambil menggerak-gerakan tangannya.
“haa ? amazing bangeet nih robot. Pasti mahal yaaa?” mataku tidak bekedip ketika memperhatikan kehebatan dari robot ini.
“robot itu tidak bisa bicara, tapi dia bisa mengerti apa yang kita perintahkan. Suara yang kamu dengar tadi hanyalah sebuah rekaman.” Jelas Pak Subroto sambil berjalan ke arahku
“ini robotnya keren bangeeet yah”
“tentuu nak, jagalah dia baik-baik. Oke ? kalau energinya habis kamu tinggal mengganti batrainya”
“oke yah”

SKIP

Tempat tidurku serasa bergoyang-goyang, seakaan ada gempa kecil yang lumayan lama. Aku yang sedang berusaha untuk membuka mata mencoba untuk meraba-raba ke sekeliling tempat tidur, mencari kacamataku.
“huh, kamu ya Robo” desahku
Robo hanya manggut-manggut dan menunjuk jam yang tergantung di dinding kamar.
“ooh tentu. Aku akan bersiap untuk pergi kesekolah.”
Semenjak Robo bersamaku, aku mulai disiplin mengerjakan apapun. Mulai dari bangun pagi, mengerjakan tugas, dan tidur malampun dia selalu mengingatkanku.
“heeei Robo, kamu tunggu disini ya. Sampai aku pulang sekolah, jangan kemana-mana oke ?” jelasku sambil mengelus-elus kepalanya yang terbuat dari baja yang kokoh. Dia mengedipkan matanya, tanda mengerti.
“Tia, ayoo. Ayah mau nganterin kita hari ini” kata kak Silvi
“ohh ya ? berarti ayah gak sibuk dong?”
“tentu sajaa”
Kami bergegas menuju mobil yang di dalamnya ayah sudah menunggu.
“ayoo, kita berangkat yaah” sorak kak Silvi sambil mengangkat tangannya.
Diperjalanan, mobil hanya dihiasi dengan suara tape yang lumayan keras. Jadi 3 pasang telinga kami hanya tertuju ke music yang keluar dari speker tape.
“ohh iya, kemarin ada berita dari polisi. Bahwa kasus pembunuhan orangtuamu akan dibuka kembali” tiba-tiba Pak Subroto berbicara dengan lantang
“iyaa kah ? huh semoga saja pelakunya bisa ketemu” harapku sambil menelan ludah.
“iyaaa, amiiin” sambung kak Silvi
Kami sampai di gerbang SMP, aku menyalami ayah dan kak Silvi dan turun dari mobil.
Ketika berjalan melalui koridor, aku masih memikirkan siapa sebenarnya pelaku pembunuhan itu ?. aku ingin sekali bertanya lebih banyak mengenai itu semua.
            Dari kejauhan, aku melihat Maya yang sedang duduk memandangi laptopnya di meja kantin.
            “Maaaaay !” sorakku sambil melambaikan tangan.
            “heei, kesini duluuu deeh.” Maya membalas sorakanku. Aku berlari kearah Maya yang sedang konsentrasi dengan laptopnya.
            “sibuk bangeet nih ?” ucapku sambil duduk di sebalahnya dan melihat apa yang dia perhatikannya dari tadi.
            “liat deeh, kasus pembunuhan orangtua kamu mulai di angkat lagi.” Sama seperti apa yang dikatan oleh Pak Subroto tadi.
            “iyaa nih. Hmmm aku boleh minta tolong gak.”
            “apaan tu ?”
            “papa kamu kan polisi tuuuh. Coba deh Tanya sama papa kamu tentang pembunuhan orangtuaku yang lebih real gituu. Selama ini aku Cuma denger cerita dari Pak Subroto doang, pasti ada yang gak dia tau kan ? sumpah deeh hati ni gak tenang gitu.
            Maya melihatku lekat-lekat sambil memerengkan bibir bawahnya kearah kanan. “hmmm, itu gampang sih. Tapi kasus ini baru di angkat, dari pada aku Tanya sekarang pasti jawabannya juga belum lengkap.”
            “yaaa, itu sebisa kamu aja Maaay. Tolong yaa !” aku melempar senyum penuh dengan harapan kepadanya.
            “tentuuu. It’s aesy daer.” Jawab Maya sambil melanjutkan mengotak-atik laptopnya.
            “thank’s a lot.”

SKIP

            “Roboo ?” panggilku sambil membuka pintu kamar. Ternyata dia sedang duduk di ranjangku sambil memandang ke luar jendela.
            “heeei. Ada apa ?”
            Robo hanya menggeleng, dan melempar senyum kecutnya kearahku. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya. Yang penting aku tidak ada salah kepadanya.
            “oh iyaaa, aku mau cerita tentang kedua orangtuaku.” Keluhku kepada Robo
            Dia mulai memperhatikanku, dan membalikkan badannya.
            “sebenarnya Pak Subroto dan Bu Olivia itu bukan orangtua kandungku” aku memulai ceritanya
            Robo memintaku melanjutkanya, dengan bahasa isyarat.
            “orangtuaku itu, dibunuh oleh 2 orang pembunuh bayaran yang profokatornya adalah seorang rentenir Boo. Orangtuaku dibunuh ketika aku sedang tertidur pulas. I was sad” kataku murung.
            Robo mengelus tanganku dan tersenyum manis kepadaku.
            “sekarang aku sedang mencari tau siapa sebenarnya orang itu, aku meminta tolong kepada Maya. Kebetulan papanya seorang polisi” air mataku menetes tiba-tiba, karena terbawa suasana. Robo menghapusnya dengan tangan bajanya yang mungil. Itu cukup membuatku bahagia.
            Disaat-saat mengahrukan itu, handphoneku berbunyi. Dengan sigap Robo mengambilnya dan memberikannya kepadaku. Ternyata telfon dari Maya.
            “hallo May”
            “heei Tia. Aku dapat kabar baru mengenai pembunuhan itu.!” Serunya dengan suara yang lantang
            “ooh ooh iyaa. Apa itu ?”
            “kata papaku, seminggu sebelum orangtuamu di bunuh. 2 orang laki-laki paruh baya  sering mampir kerumah Pak Subroto.”
            “haaaah ? gak mungkin. “ teriakku yang tiba-tiba sock mendengarnya
            “yaaa, itu pendapat tetangga sekitar rumahmu.”
            “aaa apa mungkin Pak Subroto akar dari semua khasus ini ?”
            “tidak tauu, tapi tadi Pak Subroto bilang. Memang ada 2 orang yang sering berkunjung kerumahnya, tapi mereka adalah partner kerjanya.”
            “ohhh, ini akan menarik May. Aku tunggu penjelasan yang lain yaa!”
            “okee, bye” Maya mengakhiri percakapan di telpon
Robo memegang tanganku sambil memasang raut bertanya-tanya. Pasti dia ingin tau apa yang aku bicarakan di telfon tadi. Kalau aku memberi tau tentang itu, dia pasti akan menaruh prasangka buruk kepada ayah.
“tidaaak, aku hanya berbicara soal pencurian buku cetak di sekolah Bo” alasan yang masuk akal untuk percakapan tadi. Robo mulai mengerti dan melepaskan tanganku

SKIP

Sore ini, aku duduk di taman sendirian. Tanpa Robo, dia sekarang sedang bermain bersama kak Silvi.
Disini aku memikirkan semua yang dikatakan oleh Maya di telfon kemaren siang. Apa
Itu benar ? aku tidak tau pasti. Tapi itu menjadi sesuatu yang mengganjal di hatiku. Ingin bertanya kepada ayah, aku takut. Nanti dia malah marah atau berpikirkan aku tidak percaya lagi kepadanya.
            Semua pertanyaan itu hilang-hilang timbul dipikiranku.
            “Tiaaa” panggil ibu dari dalam rumah
            “iyaa bu” jawabku sambil berjalan ke rumah
            “cepaat, ada telfon dari Maya untukmu”
            “baik bu” aku mempercepat langkah
            “yaa hallo May” sapaku
            “kamu tau kenapa aku menelfonmu kan ?” Tanyanya dengan suara misterius.
            “tentang pembunuhan itu?” aku berbicara dengan suara kecil, takutnya nanti ibu mendengarnya.
            “yaap great. Kata papaku raut wajah 2 orang laki-laki yang di katakan pratnernya oleh ayahmu itu mirip sekali dengan 2 orang pembunuh bayaran yang lagi wanted. Bisa jadi saja itu orangnya. Pak Subroto sekarang masih dalam pemeriksaan”
            “ohh tuhaan, kenapa bisa begitu ? pantesan saja tadi malam ayah pulang sudah larut sekali.” Aku merasakan debaran jantungku yang kuat sekali.
            “okeee, kamu juga harus mencari taunya. Mungkin dari barang-barang ayah angkatmu itu Tiaa. Bye”
            “Tiit tiiit tiiit” suara telfon ditutup
            “harus mencari tau yaa ? bagaimana caranya. Aku saja tidak diperboehkan masuk ke ruang kerjanya. Apalagi mau mencari-cari barang yang berhubungan dengan kasus ini ?” aku berpikir keras untuk menemukan caranya.
            “tapii, kalau memang dia yang membunuh. Kenapa dia mengadopsiku ? ini tidak mungkin. Hanya sajaaa, kenapa dia juga di curigai oleh polisi ?”
            Matahari pun berganti dengan bulan. Tapi rasa hatiku yang galau belum berganti dengan bahagia. Malam ini aku duduk di tepi ranjang dan menerawang ke langit-langit kamar.
            ‘papaa mamaaa. Tolong berikan petunjuk tentang semua ini. Sunggu aku tidak tau akan memercayai siapa lagi ?. aku ingin sekali mengetahui siapa yang telah membunuh kalian ?’ kataku dalam hati.
            Robo hanya bingung melihat gelagatku. Lalu dia mendekatiku dan mengoyangkan tanganku.
            “aku tidak apa-apa Robo. Ohh iya, bagaimana dengan energimu ? pasti sudah hampir habis ya ?” tanyaku mengalihkan pembicaraan
            Dia hanya menggeleng kecil. Melihat gelengen lucunya itu aku tertawa dan diapun ikut tertawa. Tawa kami malam itu bisa membuat aku melupakan ke galauan hati untuk sejenak.
            “Bo, kita nonton yuk. Bosen nih belajar mulu” ajakku. Dia mengangguk dan berjalan keluar kamar. Di ruang keluarga hanya ada aku dan Robo, yang lain mungkin lagi sibuk.
            Robo duduk di pangkuanku, saat bersama Robo aku merasakan mempunyai adik kecil yang lucu dan baik hati. Dia selalu ada dan selalu menghiburku di kala sedih.
            “ini film yang bagus” seruku sambil nyengar-nyegir sendiri. Ketika asik menonton tv, tiba-tiba handphone papa berdering dari ruang tamu.
            Ku kira ayah akan angkat mengangkat tlelfon itu, tapi  sudah berulang kali hp itu berdering ayah juga tidak mengangkatnya. Jadi aku berjalan ke ruang tamu, ternyata hp ayah terletak di atas sofa. Mungkin hp ayah terjatuh dan tinggal di sini.
            Aku mengangkat telfon itu.
            Belum sempat aku mengucapkan hal. Orang yang menelfon sudah berceloteh.
            “hallo bos, semenjak kasus pembunuhan si brengsek Anwar di buka lagi, kita jadi kwalahan. ini bisa jadi gawat. Polisi sudah mencurigai anda dan sekarang sedang mengintai rumah anda. Kalau ketauan bisa jadi ribet. Cara satu-satunya adalah pindah dari kota ini bos.” Jelas seseorang dari telfon. Apa maksud orang ini ? apakah Anwar yang dia maksud itu adalah almarhum papaku ? tapi apa hubungannya dengan Pak Subroto.
            “hallo bos, anda masih di sana ? hallo bos ? kita bisa bertemu sekarang?” rasa bimbang mulai menehampiriku dan memaksa masuk ke dalam hatiku yang rapuh ini. “hallo bos. Kita akan bertemu di café Bolali nanti sore jam 5 ya. Bye” orang itu menutup telfon.
            “siapa orang itu ? aku harus ke sana nanti sore.” Dengan cpat aku mengambil handphone ku dan menelfon Maya.

            “May, ntar jam 5 jemput ya. Kita ke café Bolali. Oke ?”
            “ haa ? itu kan tempatnya bapak-bapak ? yakin mau kesana ?”
            “yakin. Pokonya kamu juga mesti ikut. Bye” aku memutus telfonnya.
           

SKIP

            “May, aku mulai bingung deh sekarang. Tadi ada seseorang yang menelfon ke hp ayah, kebetulan hp ayah tinggal. Jadi aku angkat” aku memulai obrolan dengan menceritakan kejadian tadi.
            “lalu ?” Tanya Maya cuek. Aku mulai mengambil ancang-ancang untuk melanjutkan ceritaku.
            Di perjalanan aku menceritakan semuanya dengan ekspresi yang benar-benar alami.
            “benar ? kamu tidak bohong ? jadi kita sekarang mau melihat siapa orang yang berbicara di telfon tadi” Maya mulai terbawa suasana. Aku mengangguk kecil dan mengedar pandangan ke jalan. Kalau memang Pak Subroto dalang dari semua ini apa yang harus ku lakukan ? dia sudah sangan baik selama ini kepadaku. Tapi ada bukti kuat yang menunjukan bahwa dialah pelakunya.
            “rameee banget. Orangnya yang mana ya ?” Tanya Maya sambil mengerutkan kening
            “tenang-tenang. Aku bawa hp ayah kok. Jadi aku bisa sms orang itu.”
            “bagus-bagus, coba Tanya dia sudah sampai apa belum. Kalau sudah, lalu Tanya dia pakai baju apa.” Usul Maya.
            Sesaat setelah aku mengirim sms itu, balasannyapun datang. “ dia pakai baju kemeja warna abu-abu May”
            “hmmm. Abu-bau yaa ? baiklah mungkin kita akan memarkirkan mobil ini di depan sana. Jadi kita bisa leluasa mencari orang itu” Maya melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lambat.
            “mana ya ?” aku mulai gelisah. Dari tadi kami tidak menemukan orang itu, padahal pandanganku tidak pernah lepas dari halaman depan café itu. Maya juga berantusias untuk menemukan orang itu, matanya melirik semua orang yang lalu lalang di halaman depan café tanpa berkedi sedikitpun.
            “Tiaaa. Itu lhooo pake kemeja abu-abu.” Teriak Maya sambil menarik-narik tanganku. Aku langsung mendekat kearah Maya dan melihat orang itu. Ternyata matanya tidak salah. Itu benar orang yang di telfon tadi.
            “jadi gimana ? dia udah masuk?” Tanya Maya
            “kita juga masuk. Setidaknya kita bisa mengambil fotonya dan mengetahui apa yang akan dia lakukan.” Tukasku
            “tapii, ayahmu tidak kesini kan ?”
            “tentu tidak. Hp ayah saja ada di sini” aku memperlihatkan hp itu kepadanya.
            “oke oke”

            “itu dia, mungkin kita bisa duduk di sini saja. Dari sini kita bisa jelas memperhatikannya.” Usul Maya sambil mengambil ancang-ancang duduk.
            “baik”
            “kamu bawa camera ?” tanyaku pada Maya
            “tentu bawa, aku akan mengambil foto lelaki itu.” Maya mengeluarkan camera dari ranselnya dan langsung memotret orang itu.
SKIP

            “aku tidak tau harus berbuat apa ?aku hanya bisa menunggu hasil dari polisi. Mudah-mudahan foto lelaki itu bisa member petunjuk untuk meluruskan semua ini” ucapku sambil memandang jauh ke luar jendela. Seperti biasa Robo selalu bertanya apa yang terjadi padaku. Karena aku sudah tidak bisa lagi menutupi ini semua darinya, jadi aku mengatakan semuanya.
            Robo kaget mendengar ceritaku tentang Pak Subroto, dia membelalakan matanya dan mengeleng-gelengkan kepalanya.
            “aku pun juga merasa begitu Bo” kataku sambil memeluknya. Baja yang dingin dari tubuhnya membawa kesejukan di hatiku yang mulai bimbang.
            “aku gak tauu apa-apa Bo, tapi aku sudah melakukan yang aku bisa”
            Tiba-tiba Robo mengambil sebuah surat yang sudah lusuh dan memberikannya kepadaku.
            “apaa ini ?” aku bingung. Aku membuka surat itu, ternyata ini adalah surat pribadi yang dikirim ayah kepada almarhumah mamaku. Aku melirik Robo dan mulai membacanya.
            “hay widia, kau memang sangat cantik. Kecantikan wajahmu sama taranya dengan kecantikan hatimu. Kita sudah lama saling mengenal. Adakah sedikit rasa untuk diriku ? maksudku adakah tempat untuk diriku di hatimu yang cantik itu. Aku sangat menyukaimu lebih dari siapapun. Ku tunggu balasanmu.” Ayah pernah menyukai mama ? kenapa bisa ? apa ada hubungannya dengan kasus ini ?
          disaat aku mulai menelaah apa ati semuanya, tiba-tiba. . .
            “Tiaaaaaaa, ayo keluar” teriak ibu dari halaman rumah. Tidak biasanya mama berteriak seperti itu kepdaku. Aku melihat kearah jendela, ternyata sudah ada 3 mobil poisi di beranda rumah.
            “ohhh tidak. Mungkin polisi sudah mengetahuinya.” Gumamku, jantungku berdebar dengan kuat. Sampai aku bisa mendengar suara denyutnya. Aku mengendong Robo dan berlari kearah mama.
            “apa yang terjadi bu ?” tanyaku sambil memeluk mama.
            “mama juga tidak tau, kakakmu juga belum pulang nak” jawab mama yang suaranya mulai berubah resah
            “maaf bu, kami dari kopolisian. Ingin mengamankan Pak Subroto atas tuduhan pembunuhan keluarga Anwar” ucap salah seorang polisi dengan tegas.
            “apa ? pembunuhan ? tii tidak mungkin pak, anda salah orang suami saya orang baik-baik” bantah mama yang diselimuti omesi.
            “semua bukti sudah menunjukan bahwa suami anda dalah dari masalah ini, sekarang dimana dia ?”
            “tidaaaaaak. Sekarang anda pergii. Jangan ganggu keluarga kami” ibu mendorong polisi itu dengan kasar. Aku hanya terdiam melihat kejadian ini. Ternyata inilah akhir dari tak-tik Pak Subroto untuk menyembunyikan segalanya.
            “amankan orang ini. Sebagian dari kalian geledah rumahnya” ucap polisi itu kepada polisi yang lain. Dengan sigap polisi itu memegangi tangan ibu dan juga mengamankanku. Robo terlepas dari pelukanku dan langsung tergeletak di tanah. Polisi itu memegangi tanganku kuat sekali.
            Tak lama setelah itu ayah di giring oleh polisi keluar rumah. Ayah menundukan kepalanya dalam-dalam. Sampai aku tidak bisa melihat wajahnya.
            “baiklah, ayo bawa dia ke kantor polisi” teriak salah seorang polisi, tiba-tiba polisi yang memegangi tanganku berlari kearah mobil patroli.
            “baik ibuk, jika anda juga ingin ke kantor polisi menemui suami anda. Anda bisa kami antar dengan mobil ini” ucapnya sambil menunjuk mobil patrol yang lain
            “iyaaa. Ayo nak, kita pergi” ibu masuk ke dalam mobil. Sebelum aku masuk ke dalam mobil aku mengambil Robo yang tergeletak di tanah. Aku melihat Robo tidak bergeraj lagi, mungkin dia rusak karena terjatuh tadi.
            Diperjalanan ke kantor polisi, ibu tidak henti-hentinya menangis. Dia pasti tidak menduga apa yang telah Pak Subroto lakukan. Isak tangis ibu semakin lama semakin terdengar nyaring. Berkali-kali dia menahan tangisannya, tapi dia tidak bisa.

SKIP


            Ternyata motif dari pembunahan ini adalah rasa kecemburuan Pak Subroto kepada papa. Dulu ayah sangat menyukai mama, tapi sayangnya mama lebih memilih papa untuk dijadikan suami. Ayah merasa lebih layak untuk mendapatkan mama. Karena dia sangat marah, dia berjanji akan merebut mama lagi dari papa. Tapi ternyata ayah sudah dijodohkan oleh orangtuanya dengan ibu. Ayah yang patuh kepada orang tua tidak ingin mengecawakan hati kedua orang tuanya, jadi dia menurut saja. Setelah 1 tahun menikah, ayah di anugerahi seorang anak perempuan yang anggun. Sedangkan papa dan mama belum dititipkan buah hati oleh yang maha kuasa.
            Setelah 3 tahun menikah, barulah papa dan mama menimang anak perempuan yang cantik, itulah aku. Melihat papa dan mama bahagia, ayah menjadi tidak senang. Setelah aku berumur 6 tahun. Ayah mengirim pembunuh untuk membunuh mereka berdua karena rasa bencinya.
            Aku mulai menghapus air mataku yang dari tadi sudah menetes, aku berdiri dan meninggalkan makam papa dan mama. Aku tau pasti papa dan mama sudah tenang. Karena apa yang selama ini tertu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar