Sama sepertimu
“ibu, tetaplah lindungiku dari atas
sana” bisikku ketelinga ibu yang akan ditutupi oleh kain putih. Aku mulai
mengusap air mata yang sudah mulai membuat anak sunga kecil di pipiku.
“kamu harus kuat. Semua pasti akan
di panggil oleh tuhan. Karena semua ini adalah milik-Nya” semua orang
membisikan kata-kata itu kepadaku. Aku hanya bisa tersenyum kecil mendengar
kalimat itu.
Ibuku meninggal karena penyakit
kanker Payudara yang dideritanya semanjak 4 tahun yang lalu. Sudah berbagai
obat dia cicipi mulai dari obat tradisional sampai internasional. Berkali-kali
ibu menjalani operasi pengangkatan kanker dari dalam kota sampa luar negri.
Tapi inilah akhir dari perjalanan panjangnya. Ibu lebih baik berada di
sisi-Nya, jadi ibu tidak perlu lagi mencoba-coba obat yang memusingkan dan
tidak perlu juga melanglang buana mencari tempat untuk menyembuhkannya.
SKIP
“mama, aku pergi dulu ya. Pulang
sekolah aku akan menemanimu lagi” ucap Velya sambil menyalamiku dan berlalu
dari ambang pintu. Sudah 2 hari terakhir ini aku dirawat di rumah sakit,
keluhanku adalah ada tonjolan kecil di payudara kiriku. Dokter belum bisa
memfonisku mengidap penyakit apa, tapi aku menduga aku juga mengidap penyakit
kanker sama seperti ibu.
Di sini aku memang tidak terlihat
seperti orang terkena penyakit parah. Di ruangan ini aku tidak memakai alat
bantu apapun, seperti slang oksigen, inpus atau semacamnya. Aku hanya
mengenakan baju pasien dan bebas mengerjakan apa yang aku inginkan di dalam
kamar yang berukuran 50 X 50 ini.
“permisi. . .” ucap seseorang dari
luar
“yaa. Masuk saja” jawabku yang
sedang melanjutkan rajutanku yang hampir selesai. Aku melihat Dokter Probo dan
di dampingi oleh Suster Mela
“hallo Bu Rizka, anda baik?” sapa
suster itu “sekarang kita cek darah dulu ya”
“ohh tentu” jawabku dan melempar
senyum tipis kepadanya. Perlahan jarum kecil itu menembus kulitku yang rapuh.
Terasa seperti digigit binatang kecil yang usil.
“hmm baiklah, saya pergi dulu” ucap
suster, tapi Dokter Probo masih berada pada posisi awalnya.
“apa anda merasakan sesuatu yang
ganjal akhir-akhir ini Bu Rizka?” tanyanya sambil melangkah mendekatiku
“tidak Dok, saya seperti biasa saja”
jawabku pasti “memang ada apa ya dok?”
“tidaak. Dari cek darah yang anda
lakukan tadi pagi, saya menemukan tanda-tanda kanker” ucapnya tanpa ekspresi
“tapi anda tidak perlu panik. Kami punya obat yang mudah-mudahan bisa menolong
anda”
“oh, aku sudah menduganya dok. Tapi
masih sedikit kemungkinan penderita kanker itu bisa sembuh total kan ?”
“yaa, betul. Tapi tidak menutup
kemungkinan anda bisa sembuh” jelasnya “baiklah, nanti malam saya akan
membawakan obat untuk anda. Saya permisi dulu” dokter itu berjalan keluar pintu
dengan tegap.
SKIP
“aku mencitaimu. Kamu pasti bisa,
ini bukan yang pertama sayang. Mudah-mudahan ini menjadi yang terakhir dan kamu
bisa bebas dari jeratan penyakit ini” ucap suamiku sambil melepasku masuk ke
ruangan operasi.
“daah mama, we love u” sambung
putriku yang sudah beranjak dewasa. “mama akan sembuh. Yakinkan itu” sambungnya
memberi semangat yang menghangatkan hatiku yang dingin.
“di ruangan ini aku melihat sejumlah
dokter-dokter yang sudah siap untuk mambedahku, aku tidak bisa mengenali
wajahnya satu-persatu. Semuanya memakai masker putih dan berpakaian warna hijau
muda. Seperti anak panti asuhan yang akan menghadiri syukuran.
Aku membuka mata dan melihat
sekeliling, tidak ada lagi orang-orang memakai pakaian yang serupa. Aku sudah
berada di ruangan yang cukup besar disini aku tidak sendiri di sampingku ada
seorang anak kecil yang tertidur pulas pasca operasi pula.
Disaat aku mulai menyesuaikan diri
dengan ruangan ini, tiba-tiba seorang suster mendorong ranjangku keluar “anda
berhasil Bu Rizka” ucapnya ramah. Aku hanya tersenyum tipis, karena ini bukan
operasiku yang pertama tapi ini adalah operasi yang ke-3. Jadi aku tidak
terlalu bangga dengan keberhasilah operasi kali ini.
“hei maa. Bagaimana keadaan mama ?”
sambut anakku yang sudah menunggu di kamar rawat inap.
“mama baik sayang” jawabku antusias
“kamu berhasil lagi sayang” gumam
suamiku sambil mencium keningku “istirahatlah dulu. Kamu pasti lelah bukan
?”aku menganggukan kepala dan mulai merelaksasikan tubuhku dengan keadaan
sekitar.
SKIP
“mama. . . aku menyayangimu. Jangan
tinggalin Velya sama papa” isak putriku sambil memelukku erat-erat “mama bisa
lebih kuat dari sekarang”
“Rizka, kamu harus kuat. Kamu bisa
melawan penyakit ini, kamu bisa melawannya selama 3 tahun” bisik suamiku dengan
nada hiba
“aku bisa melawannya selama 3 tahun
sayang, tapi aku sudah lelah untuk terus melawan. Dan sekaranglah waktunya aku
untuk menyerah. Penyakit ini jauh lebih kuat dari yang aku duga” ucapku lirih
“mungkin aku akan bahagia sayang”
“mamaaaa. . jangan berkata seperti itu, mama bisa sembuh.
Keajaiban itu pasti ada ma”
“keajaiban itu sudah menghampiri
mama sayang, dia sekarang sedang bersama mama. Sedang memberi mama kekuatan.
Itulah kamu sayang, kamu adalah satu-satunya keajaiban yang mama punya” suaraku
mulai mengecil. Ada rasa yang tidak mengenakkan di tenggorokanku. Seperti ada
sesuatu yang menahan napasku, aku berulang kali mencoba menarik napas tapi rasa
sakit itu semakin terasa.
Mungkin inilah saatnya untuk aku
pergi ketempat peristirahatanku yang terakhir. Menemui ibu yang dulu pernah
meninggalkanku. Aku bagaikan reinkarnasi dari ibu, mengidap penyakit yang sama
dan meninggalkan seorang putri dan suami yang tidak pernah lelah memberi
semangat.
Mataku mulai enggan untuk tetap
terjaga. Perlahan mataku menutup dan napasku mulai berhenti. Selamat tinggal
anakku, selamat tinggal suamiku aku menyayangi kalian, terimakasih kalian sudah
selalu ada disaat aku berjuang melawan semua ini. Dan inilah saatnya untuk
kembali dan beristirahat dari kelelahan yang amat sangat ini. menemui ibu yang tak henti-hentinya menjagaku dari atas sana. inilah saatnya tuhan berkata "waktunya pulang Rizka"
nice blog diak :)
BalasHapusthank's bg :D
BalasHapuslanjutkan karyamu !
BalasHapus