ANTARA AYAH DAN PAPA
Kehidupan itu punya banyak rasa,
kayak permen nano-nano. Manis, asem, asin ramee rasanya. Kita musti ikhlas dan
tabah dalam menjalaninya agar bisa nemuin yang namanya makna kehidupan.
Kehidupan seseorang punya ceritanya masing-masing.
“Tiaa. Kesini sebentar” teriak kak
Silvi memanggilku yang sedang bermalas-malasan di tempat tidur.
“iya kak.” Aku berusaha bangun dari
posisi wenak yang menyuguhkan berbagai kenyamanan di minggu siang yang panas
ini.
“oh iyaa, ntar sora kita kemakam
almarhum papa mama kamu ya.” Ucap kak Silvi yang sedang menonton tv.
“kita berdua saja ?”
“tentu tidak, ayah dan ibu juga akan
pergi. Aku hanya ingin menyampaikannya saja kok”
“ohh, tentu”
aku akan berziarah ke makam orang tuaku,
mereka meninggal karena sebuah kejadian tragis tepat saat hari ulang tahunku
yang ke-6 tahun. Semenjak itulah aku di asuh oleh keluarga Pak Subroto yang
sudah ku anggap keluarga sendiri.
“udah siaap kan anak-anak” sorak ibu
dari luar rumah.
“iyaaa buuu.” Kata kami serempak.
Kami berlari keluar rumah menuju mobil, di mobil ayah sudah siap untuk
menyetir.
“yuk berangkat” ajak kak Silvi
“okeee” kata ayah seraya memutar
kunci mobil dan menginjak pedal gas.
Di perjalanan aku ingin sekali
bertanya tentang kematian papa dan mama kepada Pak Subroto, karena dialah yang
paling tau apa yang terjadi pada pagi itu.
“yaah.”
Gumamku pelan
“iya
nak, ada apa ?” jawab Pak Subroto sambil melihatku dari kaca spion
“hmmm,
aku kan sudah bisa di bilang lumayan besar untuk mengetahui apa yang terjadi
pada orangtuaku.” Aku berbicara dengan gugup, takutnya nanti Pak Subroto enggan
untuk menceritakannya.
“ohh,
tentu. Kau wajib tau anakku.” Jawabnya sambil tersenyum
“iyaa,
aku sangat ingin tau” jawabku lega, karena ternyata dia ingin menceritakannya
“pada
pagi itu, di saat kamu sedang tertidur lelap. Ada 2 orang yang tak di kenal
berkunjung kerumahmu. Mereka itu adalah orang suruhan rentenir dan ditugaskan
untuk menagih hutang piutang orang tuamu, tapi karena mereka tidak mempunyai
uang. Jadi, orangtuamu meminta angsuran untuk beberapa minggu kedepan.
Sayangnya, 2 orang itu mendesak untuk dibayar pada saat itu juga” di
tengah-tengah ceritanya dia berhenti sejenak untuk mengambil napas.
“lalu
orangtua Tia di bunuh ?” Tanya kak Silvi
“belum,
2 orang itu menyuruh orangtuamu meninggalkan rumah. Tentu saja orangtuamu tidak
akan mau. Karena orangtuamu tidak mau, maka 2 orang itu membunuh orangtuamu
dengan senjata tajam.” Cerita Pak Subroto berakhir tepat disaat kami sampai di
pemakaman.
SKIP
“nak
ini ada bingkisan.” Pak Subroto menyodorkan sebuah kotak berwarna biru langit
kepadaku.
“ini
apa yah ?” tanyaku sambil menatap matanya dengan penuh Tanya.
“ini
bingkisan untuk kamu, tadi di kantor ada bazaar. Kebetulan ada yang bagus”
“hmm,
makasih ya yah. Kak Silvi gimana ?”
“kak
Silvi juga sudah diberi kok. Mudah-mudahan suka ya nak” Pak Subroto mengelus
kepalaku dan pergi ke kamarnya.
“ini
apa yaaa?” gumamku. Aku langsung membuka kotak berwarna cerah itu. Ternyata
isinya adalah robot kecil yang berbentuk hampir menyerupai manusia.
“yaa
ampun, ini bagus sekali.” Aku memperhatikan bagian demi bagian dari robot ini,
strukturnya yang bagus tanpa ada cacat sedikitpun. Ketika sedang asik mengagumi
bagian dari robot, mataku tertuju kepada tombol merah yang ada di bawah kaki
robot itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung memencetnya.
Tiba-tiba.
. .
“hallo.
Salam, aku robot yang dirancang kusus oleh ilmuan Jerman. Aku hanya ada 20 buah
disetiap penjuru dunia. Saya dapat membantu kegiatan anda yang saya mampu, dan
anggaplah saya sebagai teman anda.” Robot itu memperkenalkan diri sambil
menggerak-gerakan tangannya.
“haa
? amazing bangeet nih robot. Pasti mahal yaaa?” mataku tidak bekedip ketika
memperhatikan kehebatan dari robot ini.
“robot
itu tidak bisa bicara, tapi dia bisa mengerti apa yang kita perintahkan. Suara
yang kamu dengar tadi hanyalah sebuah rekaman.” Jelas Pak Subroto sambil
berjalan ke arahku
“ini
robotnya keren bangeeet yah”
“tentuu
nak, jagalah dia baik-baik. Oke ? kalau energinya habis kamu tinggal mengganti
batrainya”
“oke
yah”
SKIP
Tempat
tidurku serasa bergoyang-goyang, seakaan ada gempa kecil yang lumayan lama. Aku
yang sedang berusaha untuk membuka mata mencoba untuk meraba-raba ke sekeliling
tempat tidur, mencari kacamataku.
“huh,
kamu ya Robo” desahku
Robo
hanya manggut-manggut dan menunjuk jam yang tergantung di dinding kamar.
“ooh
tentu. Aku akan bersiap untuk pergi kesekolah.”
Semenjak
Robo bersamaku, aku mulai disiplin mengerjakan apapun. Mulai dari bangun pagi,
mengerjakan tugas, dan tidur malampun dia selalu mengingatkanku.
“heeei
Robo, kamu tunggu disini ya. Sampai aku pulang sekolah, jangan kemana-mana oke
?” jelasku sambil mengelus-elus kepalanya yang terbuat dari baja yang kokoh.
Dia mengedipkan matanya, tanda mengerti.
“Tia,
ayoo. Ayah mau nganterin kita hari ini” kata kak Silvi
“ohh
ya ? berarti ayah gak sibuk dong?”
“tentu
sajaa”
Kami
bergegas menuju mobil yang di dalamnya ayah sudah menunggu.
“ayoo,
kita berangkat yaah” sorak kak Silvi sambil mengangkat tangannya.
Diperjalanan,
mobil hanya dihiasi dengan suara tape yang lumayan keras. Jadi 3 pasang telinga
kami hanya tertuju ke music yang keluar dari speker tape.
“ohh
iya, kemarin ada berita dari polisi. Bahwa kasus pembunuhan orangtuamu akan
dibuka kembali” tiba-tiba Pak Subroto berbicara dengan lantang
“iyaa
kah ? huh semoga saja pelakunya bisa ketemu” harapku sambil menelan ludah.
“iyaaa,
amiiin” sambung kak Silvi
Kami
sampai di gerbang SMP, aku menyalami ayah dan kak Silvi dan turun dari mobil.
Ketika
berjalan melalui koridor, aku masih memikirkan siapa sebenarnya pelaku
pembunuhan itu ?. aku ingin sekali bertanya lebih banyak mengenai itu semua.
Dari kejauhan, aku melihat Maya yang
sedang duduk memandangi laptopnya di meja kantin.
“Maaaaay !” sorakku sambil
melambaikan tangan.
“heei, kesini duluuu deeh.” Maya
membalas sorakanku. Aku berlari kearah Maya yang sedang konsentrasi dengan
laptopnya.
“sibuk bangeet nih ?” ucapku sambil
duduk di sebalahnya dan melihat apa yang dia perhatikannya dari tadi.
“liat deeh, kasus pembunuhan
orangtua kamu mulai di angkat lagi.” Sama seperti apa yang dikatan oleh Pak
Subroto tadi.
“iyaa nih. Hmmm aku boleh minta
tolong gak.”
“apaan tu ?”
“papa kamu kan polisi tuuuh. Coba
deh Tanya sama papa kamu tentang pembunuhan orangtuaku yang lebih real gituu.
Selama ini aku Cuma denger cerita dari Pak Subroto doang, pasti ada yang gak
dia tau kan ? sumpah deeh hati ni gak tenang gitu.
Maya melihatku lekat-lekat sambil
memerengkan bibir bawahnya kearah kanan. “hmmm, itu gampang sih. Tapi kasus ini
baru di angkat, dari pada aku Tanya sekarang pasti jawabannya juga belum
lengkap.”
“yaaa, itu sebisa kamu aja Maaay.
Tolong yaa !” aku melempar senyum penuh dengan harapan kepadanya.
“tentuuu. It’s aesy daer.” Jawab
Maya sambil melanjutkan mengotak-atik laptopnya.
“thank’s a lot.”
SKIP
“Roboo ?” panggilku sambil membuka
pintu kamar. Ternyata dia sedang duduk di ranjangku sambil memandang ke luar
jendela.
“heeei. Ada apa ?”
Robo hanya menggeleng, dan melempar
senyum kecutnya kearahku. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya. Yang penting
aku tidak ada salah kepadanya.
“oh iyaaa, aku mau cerita tentang
kedua orangtuaku.” Keluhku kepada Robo
Dia mulai memperhatikanku, dan
membalikkan badannya.
“sebenarnya Pak Subroto dan Bu
Olivia itu bukan orangtua kandungku” aku memulai ceritanya
Robo memintaku melanjutkanya, dengan
bahasa isyarat.
“orangtuaku itu, dibunuh oleh 2
orang pembunuh bayaran yang profokatornya adalah seorang rentenir Boo.
Orangtuaku dibunuh ketika aku sedang tertidur pulas. I was sad” kataku murung.
Robo mengelus tanganku dan tersenyum
manis kepadaku.
“sekarang aku sedang mencari tau
siapa sebenarnya orang itu, aku meminta tolong kepada Maya. Kebetulan papanya
seorang polisi” air mataku menetes tiba-tiba, karena terbawa suasana. Robo menghapusnya
dengan tangan bajanya yang mungil. Itu cukup membuatku bahagia.
Disaat-saat mengahrukan itu,
handphoneku berbunyi. Dengan sigap Robo mengambilnya dan memberikannya
kepadaku. Ternyata telfon dari Maya.
“hallo May”
“heei Tia. Aku dapat kabar baru
mengenai pembunuhan itu.!” Serunya dengan suara yang lantang
“ooh ooh iyaa. Apa itu ?”
“kata papaku, seminggu sebelum
orangtuamu di bunuh. 2 orang laki-laki paruh baya sering mampir kerumah Pak Subroto.”
“haaaah ? gak mungkin. “ teriakku
yang tiba-tiba sock mendengarnya
“yaaa, itu pendapat tetangga sekitar
rumahmu.”
“aaa apa mungkin Pak Subroto akar
dari semua khasus ini ?”
“tidak tauu, tapi tadi Pak Subroto
bilang. Memang ada 2 orang yang sering berkunjung kerumahnya, tapi mereka
adalah partner kerjanya.”
“ohhh, ini akan menarik May. Aku
tunggu penjelasan yang lain yaa!”
“okee, bye” Maya mengakhiri
percakapan di telpon
Robo
memegang tanganku sambil memasang raut bertanya-tanya. Pasti dia ingin tau apa
yang aku bicarakan di telfon tadi. Kalau aku memberi tau tentang itu, dia pasti
akan menaruh prasangka buruk kepada ayah.
“tidaaak,
aku hanya berbicara soal pencurian buku cetak di sekolah Bo” alasan yang masuk
akal untuk percakapan tadi. Robo mulai mengerti dan melepaskan tanganku
SKIP
Sore
ini, aku duduk di taman sendirian. Tanpa Robo, dia sekarang sedang bermain
bersama kak Silvi.
Disini
aku memikirkan semua yang dikatakan oleh Maya di telfon kemaren siang. Apa
Itu benar ?
aku tidak tau pasti. Tapi itu menjadi sesuatu yang mengganjal di hatiku. Ingin
bertanya kepada ayah, aku takut. Nanti dia malah marah atau berpikirkan aku
tidak percaya lagi kepadanya.
Semua pertanyaan itu hilang-hilang
timbul dipikiranku.
“Tiaaa” panggil ibu dari dalam rumah
“iyaa bu” jawabku sambil berjalan ke
rumah
“cepaat, ada telfon dari Maya
untukmu”
“baik bu” aku mempercepat langkah
“yaa hallo May” sapaku
“kamu tau kenapa aku menelfonmu kan
?” Tanyanya dengan suara misterius.
“tentang pembunuhan itu?” aku
berbicara dengan suara kecil, takutnya nanti ibu mendengarnya.
“yaap great. Kata papaku raut wajah
2 orang laki-laki yang di katakan pratnernya oleh ayahmu itu mirip sekali
dengan 2 orang pembunuh bayaran yang lagi wanted. Bisa jadi saja itu orangnya.
Pak Subroto sekarang masih dalam pemeriksaan”
“ohh tuhaan, kenapa bisa begitu ?
pantesan saja tadi malam ayah pulang sudah larut sekali.” Aku merasakan debaran
jantungku yang kuat sekali.
“okeee, kamu juga harus mencari
taunya. Mungkin dari barang-barang ayah angkatmu itu Tiaa. Bye”
“Tiit tiiit tiiit” suara telfon
ditutup
“harus mencari tau yaa ? bagaimana
caranya. Aku saja tidak diperboehkan masuk ke ruang kerjanya. Apalagi mau
mencari-cari barang yang berhubungan dengan kasus ini ?” aku berpikir keras
untuk menemukan caranya.
“tapii, kalau memang dia yang
membunuh. Kenapa dia mengadopsiku ? ini tidak mungkin. Hanya sajaaa, kenapa dia
juga di curigai oleh polisi ?”
Matahari pun berganti dengan bulan.
Tapi rasa hatiku yang galau belum berganti dengan bahagia. Malam ini aku duduk
di tepi ranjang dan menerawang ke langit-langit kamar.
‘papaa mamaaa. Tolong berikan
petunjuk tentang semua ini. Sunggu aku tidak tau akan memercayai siapa lagi ?.
aku ingin sekali mengetahui siapa yang telah membunuh kalian ?’ kataku dalam
hati.
Robo hanya bingung melihat gelagatku.
Lalu dia mendekatiku dan mengoyangkan tanganku.
“aku tidak apa-apa Robo. Ohh iya,
bagaimana dengan energimu ? pasti sudah hampir habis ya ?” tanyaku mengalihkan
pembicaraan
Dia hanya menggeleng kecil. Melihat
gelengen lucunya itu aku tertawa dan diapun ikut tertawa. Tawa kami malam itu
bisa membuat aku melupakan ke galauan hati untuk sejenak.
“Bo, kita nonton yuk. Bosen nih
belajar mulu” ajakku. Dia mengangguk dan berjalan keluar kamar. Di ruang
keluarga hanya ada aku dan Robo, yang lain mungkin lagi sibuk.
Robo duduk di pangkuanku, saat
bersama Robo aku merasakan mempunyai adik kecil yang lucu dan baik hati. Dia
selalu ada dan selalu menghiburku di kala sedih.
“ini film yang bagus” seruku sambil
nyengar-nyegir sendiri. Ketika asik menonton tv, tiba-tiba handphone papa
berdering dari ruang tamu.
Ku kira ayah akan angkat mengangkat
tlelfon itu, tapi sudah berulang kali hp
itu berdering ayah juga tidak mengangkatnya. Jadi aku berjalan ke ruang tamu,
ternyata hp ayah terletak di atas sofa. Mungkin hp ayah terjatuh dan tinggal di
sini.
Aku mengangkat telfon itu.
Belum sempat aku mengucapkan hal.
Orang yang menelfon sudah berceloteh.
“hallo bos, semenjak kasus
pembunuhan si brengsek Anwar di buka lagi, kita jadi kwalahan. ini bisa jadi
gawat. Polisi sudah mencurigai anda dan sekarang sedang mengintai rumah anda.
Kalau ketauan bisa jadi ribet. Cara satu-satunya adalah pindah dari kota ini
bos.” Jelas seseorang dari telfon. Apa maksud orang ini ? apakah Anwar yang dia
maksud itu adalah almarhum papaku ? tapi apa hubungannya dengan Pak Subroto.
“hallo bos, anda masih di sana ?
hallo bos ? kita bisa bertemu sekarang?” rasa bimbang mulai menehampiriku dan
memaksa masuk ke dalam hatiku yang rapuh ini. “hallo bos. Kita akan bertemu di
café Bolali nanti sore jam 5 ya. Bye” orang itu menutup telfon.
“siapa orang itu ? aku harus ke sana
nanti sore.” Dengan cpat aku mengambil handphone ku dan menelfon Maya.
“May, ntar jam 5 jemput ya. Kita ke
café Bolali. Oke ?”
“ haa ? itu kan tempatnya
bapak-bapak ? yakin mau kesana ?”
“yakin. Pokonya kamu juga mesti
ikut. Bye” aku memutus telfonnya.
SKIP
“May, aku mulai bingung deh
sekarang. Tadi ada seseorang yang menelfon ke hp ayah, kebetulan hp ayah
tinggal. Jadi aku angkat” aku memulai obrolan dengan menceritakan kejadian
tadi.
“lalu ?” Tanya Maya cuek. Aku mulai
mengambil ancang-ancang untuk melanjutkan ceritaku.
Di perjalanan aku menceritakan
semuanya dengan ekspresi yang benar-benar alami.
“benar ? kamu tidak bohong ? jadi
kita sekarang mau melihat siapa orang yang berbicara di telfon tadi” Maya mulai
terbawa suasana. Aku mengangguk kecil dan mengedar pandangan ke jalan. Kalau
memang Pak Subroto dalang dari semua ini apa yang harus ku lakukan ? dia sudah
sangan baik selama ini kepadaku. Tapi ada bukti kuat yang menunjukan bahwa
dialah pelakunya.
“rameee banget. Orangnya yang mana
ya ?” Tanya Maya sambil mengerutkan kening
“tenang-tenang. Aku bawa hp ayah
kok. Jadi aku bisa sms orang itu.”
“bagus-bagus, coba Tanya dia sudah
sampai apa belum. Kalau sudah, lalu Tanya dia pakai baju apa.” Usul Maya.
Sesaat setelah aku mengirim sms itu,
balasannyapun datang. “ dia pakai baju kemeja warna abu-abu May”
“hmmm. Abu-bau yaa ? baiklah mungkin
kita akan memarkirkan mobil ini di depan sana. Jadi kita bisa leluasa mencari
orang itu” Maya melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lambat.
“mana ya ?” aku mulai gelisah. Dari
tadi kami tidak menemukan orang itu, padahal pandanganku tidak pernah lepas
dari halaman depan café itu. Maya juga berantusias untuk menemukan orang itu,
matanya melirik semua orang yang lalu lalang di halaman depan café tanpa
berkedi sedikitpun.
“Tiaaa. Itu lhooo pake kemeja
abu-abu.” Teriak Maya sambil menarik-narik tanganku. Aku langsung mendekat
kearah Maya dan melihat orang itu. Ternyata matanya tidak salah. Itu benar
orang yang di telfon tadi.
“jadi gimana ? dia udah masuk?”
Tanya Maya
“kita juga masuk. Setidaknya kita
bisa mengambil fotonya dan mengetahui apa yang akan dia lakukan.” Tukasku
“tapii, ayahmu tidak kesini kan ?”
“tentu tidak. Hp ayah saja ada di
sini” aku memperlihatkan hp itu kepadanya.
“oke oke”
“itu dia, mungkin kita bisa duduk di
sini saja. Dari sini kita bisa jelas memperhatikannya.” Usul Maya sambil
mengambil ancang-ancang duduk.
“baik”
“kamu bawa camera ?” tanyaku pada
Maya
“tentu bawa, aku akan mengambil foto
lelaki itu.” Maya mengeluarkan camera dari ranselnya dan langsung memotret
orang itu.
SKIP
“aku tidak tau harus berbuat apa
?aku hanya bisa menunggu hasil dari polisi. Mudah-mudahan foto lelaki itu bisa
member petunjuk untuk meluruskan semua ini” ucapku sambil memandang jauh ke
luar jendela. Seperti biasa Robo selalu bertanya apa yang terjadi padaku.
Karena aku sudah tidak bisa lagi menutupi ini semua darinya, jadi aku
mengatakan semuanya.
Robo kaget mendengar ceritaku
tentang Pak Subroto, dia membelalakan matanya dan mengeleng-gelengkan
kepalanya.
“aku pun juga merasa begitu Bo”
kataku sambil memeluknya. Baja yang dingin dari tubuhnya membawa kesejukan di
hatiku yang mulai bimbang.
“aku gak tauu apa-apa Bo, tapi aku
sudah melakukan yang aku bisa”
Tiba-tiba Robo mengambil sebuah surat
yang sudah lusuh dan memberikannya kepadaku.
“apaa ini ?” aku bingung. Aku
membuka surat itu, ternyata ini adalah surat pribadi yang dikirim ayah kepada
almarhumah mamaku. Aku melirik Robo dan mulai membacanya.
“hay
widia, kau memang sangat cantik. Kecantikan wajahmu sama taranya dengan
kecantikan hatimu. Kita sudah lama saling mengenal. Adakah sedikit rasa untuk
diriku ? maksudku adakah tempat untuk diriku di hatimu yang cantik itu. Aku
sangat menyukaimu lebih dari siapapun. Ku tunggu balasanmu.”
Ayah pernah menyukai
mama ? kenapa bisa ? apa ada hubungannya dengan kasus ini ?
disaat
aku mulai menelaah apa ati semuanya, tiba-tiba. . .
“Tiaaaaaaa, ayo keluar” teriak ibu
dari halaman rumah. Tidak biasanya mama berteriak seperti itu kepdaku. Aku
melihat kearah jendela, ternyata sudah ada 3 mobil poisi di beranda rumah.
“ohhh tidak. Mungkin polisi sudah
mengetahuinya.” Gumamku, jantungku berdebar dengan kuat. Sampai aku bisa
mendengar suara denyutnya. Aku mengendong Robo dan berlari kearah mama.
“apa yang terjadi bu ?” tanyaku
sambil memeluk mama.
“mama juga tidak tau, kakakmu juga
belum pulang nak” jawab mama yang suaranya mulai berubah resah
“maaf bu, kami dari kopolisian.
Ingin mengamankan Pak Subroto atas tuduhan pembunuhan keluarga Anwar” ucap salah
seorang polisi dengan tegas.
“apa ? pembunuhan ? tii tidak
mungkin pak, anda salah orang suami saya orang baik-baik” bantah mama yang
diselimuti omesi.
“semua bukti sudah menunjukan bahwa
suami anda dalah dari masalah ini, sekarang dimana dia ?”
“tidaaaaaak. Sekarang anda pergii.
Jangan ganggu keluarga kami” ibu mendorong polisi itu dengan kasar. Aku hanya
terdiam melihat kejadian ini. Ternyata inilah akhir dari tak-tik Pak Subroto
untuk menyembunyikan segalanya.
“amankan orang ini. Sebagian dari kalian
geledah rumahnya” ucap polisi itu kepada polisi yang lain. Dengan sigap polisi
itu memegangi tangan ibu dan juga mengamankanku. Robo terlepas dari pelukanku
dan langsung tergeletak di tanah. Polisi itu memegangi tanganku kuat sekali.
Tak lama setelah itu ayah di giring
oleh polisi keluar rumah. Ayah menundukan kepalanya dalam-dalam. Sampai aku
tidak bisa melihat wajahnya.
“baiklah, ayo bawa dia ke kantor
polisi” teriak salah seorang polisi, tiba-tiba polisi yang memegangi tanganku
berlari kearah mobil patroli.
“baik ibuk, jika anda juga ingin ke
kantor polisi menemui suami anda. Anda bisa kami antar dengan mobil ini”
ucapnya sambil menunjuk mobil patrol yang lain
“iyaaa. Ayo nak, kita pergi” ibu
masuk ke dalam mobil. Sebelum aku masuk ke dalam mobil aku mengambil Robo yang
tergeletak di tanah. Aku melihat Robo tidak bergeraj lagi, mungkin dia rusak
karena terjatuh tadi.
Diperjalanan ke kantor polisi, ibu
tidak henti-hentinya menangis. Dia pasti tidak menduga apa yang telah Pak
Subroto lakukan. Isak tangis ibu semakin lama semakin terdengar nyaring.
Berkali-kali dia menahan tangisannya, tapi dia tidak bisa.
SKIP
Ternyata motif dari pembunahan ini
adalah rasa kecemburuan Pak Subroto kepada papa. Dulu ayah sangat menyukai
mama, tapi sayangnya mama lebih memilih papa untuk dijadikan suami. Ayah merasa
lebih layak untuk mendapatkan mama. Karena dia sangat marah, dia berjanji akan
merebut mama lagi dari papa. Tapi ternyata ayah sudah dijodohkan oleh
orangtuanya dengan ibu. Ayah yang patuh kepada orang tua tidak ingin
mengecawakan hati kedua orang tuanya, jadi dia menurut saja. Setelah 1 tahun
menikah, ayah di anugerahi seorang anak perempuan yang anggun. Sedangkan papa
dan mama belum dititipkan buah hati oleh yang maha kuasa.
Setelah 3 tahun menikah, barulah
papa dan mama menimang anak perempuan yang cantik, itulah aku. Melihat papa dan
mama bahagia, ayah menjadi tidak senang. Setelah aku berumur 6 tahun. Ayah
mengirim pembunuh untuk membunuh mereka berdua karena rasa bencinya.
Aku mulai menghapus air mataku yang
dari tadi sudah menetes, aku berdiri dan meninggalkan makam papa dan mama. Aku
tau pasti papa dan mama sudah tenang. Karena apa yang selama ini tertu